Monday, May 30, 2011

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

B. Etiologi
  1. Diabetes tipe I :
    • Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
    • Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
    • Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  2. Diabetes Tipe II 
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
    • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
    • Obesitas
    • Riwayat keluarga
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
D. PATHOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel – sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebutdiuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil (mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.
E. ANAMNESA
1. Pengkajian.
Mengumpulkan data pasien DM baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawancara, observasi dan dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual.
a. Identitas klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis, penanggung jawab.
Keluhan utama.
Biasanya pasien datang dengan keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh.
b. Riwayat penyakit sekarang.
• perubahan pola berkemih.
• Pusing.
• Mual, muntah.
• Apa ada diberi obat sebelum masuk RS.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Apakah pasien punya penyakit DM sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di derita pasien.
e. Pemeriksaan fisik.
• Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB.
• Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar.
• Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa.
• Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya, apakah menggunakan alat bantal.
• Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.
• Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri.
• Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan.
• Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.
• Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada.
• Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan.
f. Kebutuhan biologis.
• Nutrisi : pola kebiasaan makanan,
jenis makanan / minuman.
• Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi (BAK/BAB ).
• Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS.
• Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat, riwayat pekerjaan.
g. Riwayat psikologis.
Bagaimana pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga.
h. Riwayat sosial.
Kebiasaan hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga, tetangga, dokter, perawat.

F. DIAGNOSTIK
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
    Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
  • Plasma vena :
    • <100
    • 100 - 200 = belum pasti DM
    • >200 = DM
  • Darah kapiler :
    • <80
    • 80 - 100 = belum pasti DM
    • > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
  • Plasma vena :
    • <110>
    • 110 - 120 = belum pasti DM
    • > 120 = DM
  • Darah kapiler :
    • <90>
    • 90 - 110 = belum pasti DM
    • > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
  1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
G. PENGELOLAAN
Pilar Pengelolaan DM
1.  Edukasi
2.  Perencanaan Makan
3.  Latihan Jasmani
4.  Intervensi Farmakologi

1. Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
  • Penyakit DM.
  • Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
  • Penyulit DM.
  • Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
  • Hipoglikemia.
  • Masalah khusus yang dihadapi.
  • Perawatan kaki pada diabetes.
  • Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
  • Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang seluruh kaki adalah dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan  masalah utama pada penderita diabetes.

Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus :
  • Tingkat 0  :    Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok.
  • Tingkat 1  :    Borok permukaan yang tidak terinfeksi.
  • Tingkat 2  :    Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
  • Tingkat 3  :    Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess.
  • Tingkat 4  :    Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,    bagian depan kaki atau tumit.
  • Tingkat 5  :     Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa tes antara lain pengukuran:
a.    Merasakan sentuhan ringan
b.    Kepekaan pada suhu
c.    Sensasi pada getaran
d.    Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak


Resiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu :
  • Mengalami kerusakan saraf kaki.
  • Mempunyai penyakit pembuluh darah di kaki.
  • Pernah mepunyai borok di kaki.
  • Bentuk kaki berubah.
  • Adanya callus.
  • Buta atau penglihatan buruk , penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis.
  • Para lansia, terutama yang hidup sendirian.
  • Orang-orang yang tidak bisa menjangkau kaki mereka sendiri untuk membersihkannya.
  • Kontrol kadar gula darah yang buruk.
  • Berkurangnya indra perasa di kaki.

Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki:
  • Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya borok sedini mungkin, apakah ada kulit retak, melepuh,bengkak, luka, atau perdarahan.
  • Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya untuk mendeteksi batu atau benda sejenis lainnya yang mungkin ada.
  • Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru.
  • Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain.
  • Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa alas kaki.
  • Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki.
  • Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada sela-sela jari.
  • Bersihkan kaki setizp hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari.
  • Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa.

2. Perencanaan makanan

Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan teratur.

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat.

Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap diijinkan. Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
  • Karbohidrat   60 – 70 %
  • Protein           10 – 15 %
  • Lemak            20 – 25 %

Makanan dengan komposisi sampai 70 – 7 5 % masih memberikan hasil  yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat  ± 25 g / hari, diutamakan serat larut.

Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium, dan sukralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur , ada tidaknya stress akut, kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.

Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:

IMT =  BB ( Kg ) / TB ( M2 )
  • IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5
  • IMT Normal  Pria     =  22.5 – 25
  • BB kurang                =   < 18.5

BB lebih
  • Dengan resiko        =   23.0- 24.9
  • Obes I                    =   2.5.0  - 29.9
  • Obes II                   =   = 30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal :
Laki-Laki     :  BB idaman ( kg )   X  30 kalori / kg = …………Kalori
Wanita      :  BB idaman ( kg )   X  25 kalori / kg = …………Kalori

Koreksi / Penyesuaian :
Umur > 40 tahun       : - 5 %          X  Kalori basal   =  …………Kalori
Aktivitas Ringan       : + 10 %       X  Kalori basal   = ……………Kalori
              Sedang    : + 20 %
              Berat       : +30  %   
 BB         Gemuk     : - 20 %        X  Kalori basal   =  - / +…………Kalori
              Lebih       : -10 %
              Kurang     :  20 %
 Stress metabolik     :10 – 30 %     X Kalori basal   = +  ……… Kalori
 Hamil trimester I& II                 = + 300       Kalori
 Hamiltrimester III / laktasi        = + 500       Kalori

 Total Kebutuhan                   = ……… Kalori

Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002


Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
  • Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu  makan.
  • Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan  minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan.
  • Makanlah dengan waktu yang teratur.
  • Hindari makan makanan manis dan gorengan.
  • Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
  • Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
  • Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
  • Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
  • Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil.

3.    Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani teratur  (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.
  
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari – hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan  kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.
4. Intervensi Farmakologis

Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai ialah Metformin  2 – 3 X 500 mg sehari.
Pada pasien yang mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.

Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
  • Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
  • Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
  • Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 – 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena tolbutamid.
  • Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis  awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
  • Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 – 2 minggu. Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis maksimum.
  • Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung diberikan insulin saja.
H. TEKNIK PEMBERIAN INSULIN
Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan, c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
              Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
               Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
              Salah satu insulin yang dapat menjadi pilihan untuk terapi DM yaitu LANTUS®(nama dagang) dengan nama generik insulin glargine, indikasi dari LANTUS® yaitu untuk DM tipe 1 dan tipe 2. LANTUS® dikontraindikasikan bagi pasien yang hipersensitif terhadap insulin glargine, efek samping yang mungkin terjadi yaitu nyeri pada sisi injeksi dan hipoglikemia. LANTUS® (PT Sanofi-Aventis) bisa menjadi pilihan karena insulin glargine telah diuji dan dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus DM tipe 1 dan tipe 2 oleh FDA dan oleh ’the European Agency for the Evaluation of Medical Products’. LANTUS® juga memiliki keuntungan karena memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali suntikan per hari dan pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi LANTUS®.
             Bentuk sediaan LANTUS® yaitu (1) Cartridges: 3 ml untuk digunakan OptiPen Pro (300 IU insulin glargine), box cartridges 5 x 3 ml, (2) Vials: 10 ml vials (1000 IU insulin glargine), (3) Pre-filled pens: 3 ml Optiset pre-filled, disposable pen (pen sekali pakai) dengan nama OptiSet®, optiset 5×3 ml, incremental dose = 2 IU, max dose/inj = 40 IU. Dosis LANTUS® yaitu pasien tipe 2 yang telah diobati dengan obat hiperglikemia oral, memulai dengan insulin glargine dengan dosis 10 IU sekali sehari. Dosis selanjutnya diatur menurut kebutuhan pasien,dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.Pasien yang mau menukar insulin kerja sedang atau panjang sekali sehari menjadi insulin glargine sekali sehari, tak perlu melakukan perubahan dosis awal. Tapi jika pemberian sebelumnya dua kali sehari, maka dosis awal insulin glargine dikurangi sekitar 20% untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Untuk selanjutnya dosis diatur sesuai kebutuhan pasien.
             Insulin glargine adalah ’long-acting basal insulin analouge’ yang pertama kali dipergunakan dalam pengobatan DM baik tipe-1 maupun tipe-2, disuntikkan subkutan malam hari menjelang tidur. Insulin glargine tidak diberikan secara intra vena karena dapat menyebabkan hipoglikemia. Preparat ini dibuat dari modifikasi struktur biokimiawi ’native human insulin’ yang menghasilkan khasiat klinik yang baru yaitu ’delayed onset of action and a constant, peakless effect’, yang mencapai hampir 24 jam efektif. Memiliki potensi yang setara dengan insulin NPH dalam menurunkan HbA1c dan kadar glukosa darah, namun lebih aman oleh karena ’peakless effect’ tersebut dapat mengurangi kejadian hipoglikemi malam hari. Preparat ini dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus diabetes melitus tipe-1 maupun tipe-2, dan mampu memenuhi kebutuhan insulin basal.
                Target pengendalian glukosa darah pada penggunaan monoterapi insulin glargine pada kasus-kasus DMG mengacu pada ’American Collage of Obstetricians and Gynecologist for Women with GDM’, yaitu glukosa puasa ≤ 95 mg/dl, 2 jam pp ≤ 120 mg/dl. Hasil penelitian pada dasarnya menjelaskan bahwa insulin glargine berhasil mengendalikan glukosa darah pada kasus-kasus DMG sesuai target seperti tersebut di atas, tanpa terjadi hipoglikemi, dengan beberapa catatan sebagai berikut: (a) glukosa 2 jam pp sebelum perlakuan tidak lebih dari 150 mg/dl, (b) dosis awal bervariasi 10-50 unit, disuntikkan pagi hari sebelum makan pagi, ditingkatkan 3-5 unit bertahap untuk mencapai target pengendalian glukosa darah, (c) dosis waktu partus bervariasi 18-78 unit, (d) waktu dilahirkan tidak ada bayi dengan berat badan lebih dari normal, dan tidak ada yang mengalami hipoglikemi, (e) dosis perhari dalam trimester pertama adalah 0,4-0,5 unit/kg, trimester kedua 0,5-0,6 unit/kg, dan trimester ketiga 0,7-0,8 unit/ kg.
I. PENYAKIT YANG DISEBABKAN
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[9][10] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.
 
nama : SRI ULFAH
kelas : 2c
NIM : 052001D09114
 

Thursday, May 26, 2011

Pengkajian pada sistem endokrin

B. Pengkajian Umum Sistem Endokrin

1) Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis sudah berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tenpat tinggal juga merupakan data yang perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang.


2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg dengan gangguan hormonal seperti:
 Obesitas
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
 Kelainan pada kelenjar tiroid
 Diabetes melitus
 Infertilitas
Dalam mengidentivikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan di mengerti oleh klien atau keluarga.

3) Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yan pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan.
 Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
 Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
 Gangguan psikologia seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
 Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di peroleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara bebas.jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal seperti hidrokortison;levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti hipertensif.


4) Riwayat Diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
 Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
 Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis
 Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
 Pola makan dan minum sehari-hari
 Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid

5) Status Sosial Ekonomi
Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran

6) Masalah Kesehatan Sekarang
Atau disebut juga keluhan utama. Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti :
 Apa yang di rasakan klien
 Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau poerlahan dan sejak kapan dirasakan
 Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
 Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine
 Bagaiman fungsi seksual dan reproduksi
 Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien
Halhal yang berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum :
 Tingkat energi
Perubahan kekuatan fisik di hubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal khususnya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal.perawat mengakaji bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, apakah dapat di lakukan sendiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau sama sekali klien tidak berdaya melakukannya atau bahkan klien tidur sepanjang hari merupakan informasi yang sangat penting. Kaji juga bagaimana asupan makanan klien apkah berlebih atau kurang.
 Pola eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokri. Secara langsung oleh ADH,Aldosteron, dan kortisol.perawat menanyakan tentang pola berkemih dan jumlah volume urine. Dan apakah klien sering terbangun malam hari untuk berkemih. Nyatakan volume urine dalam gelas untuk memudahkan persepsi klien. Eliminasi urine tentu sangat berhubungan erat dengan keseimbangan air dan elektrolit tubuh. Bila dari hasil anamnesa ada hal yang mengindikasikan voume urine berlebih, pertanyaan kita di arahkan lebih jauh ke kemungkinan klien kekurangan cairan, kaj apakah klien mengalami gejala kurang cairan dan bagaimana klien mengatasinya. Tanyakan seberapa besar volume cairan yang dikonsumsi setiap hari. Kaji pola sebelum sakit untuk membandingkan pola sebelum sakit untuk membandingan pola yang ada sekarang.
 Pertumbuhan dan perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat saja terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang seperti hipotiroid pada ibu. Kondisi ini dapat pula terjadi setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi GH atau mungkin Gonad dan kelenjar tiroid. Perlu mengkaji gangguan ini apakah terjadi semenjak bayi di lahirkan dengan tubuh yang kerdil, atau terjadi selama proses pertumbuhsn dan bahkan tidak dapat di identifikasi jelas kapan mulai tampak gejala tersebut. Mengkajisecara lengkap pertambahan ukuran tubuh dan fungsinya misalnya bagaimaa tingkat intelegensia, kemampuan berkomunikasi, inisiatif dan rasa tanggung jawab. Kaji pula apakah perubahan fisik tersebut mempengaruhi kejiwaan klien.
 Seks dan Reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi sama penting untuk di kaji baik klien wanita maupun pria. Pada klien wanita, kaji siklus menstruasinya mencakup lama, volume, frekuensi dan perubahan fisik termasuk sensasi nyeri atau kramp abdomen sebelum selama dan sesudah haid. Untuk volume gunakan satuan jumlah pembalut yang di gunakan, kaji pula pada umur berapa klien pertama kali menstruasi.
Bila klien bersuami, kaji apakah pernah hamil, abortus, dan melahirkan. Jumlah anak yang pernah di lahirkan dan apakah klien menggunakan cara tertentuuntuk membatasi kelahiran atau cara untuk mendapatkan keturunan. Pada klien pria, kaji apakah klien mampu ereksi dan orgasme dan bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan pula adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.
Mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan seks masih seringkali menjadi hal yang tabu untuk di perbincangkan padahal seharusnya itu tidak perlu terjadi. Jika perbincagan tentang seks ii di lakukan dalam konteks therapi maka tidak perlu malu. Perawat perlu mawas diri dengan perasaannya, bersikap dewasa, dan berwibawa sehingga perasaan segan dan malu dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
 Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik ad dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
1. Kondisi kelenjar endokrin
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin

Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan kelenjar gomad pria (testes).Secara umum,tekhenik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai pperubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokri, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan
Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bebtuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid.
Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidemtifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada lehe, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus. Infeksi jamur, penembuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumopai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut began ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinaar dan sinyal seperti karret.


Auskultasi
Mendengarkan bunyin tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.



7) Pengkajian Psikososial
Perawat mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman , dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat sakit. Sejaumlah ganguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang dialami menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi dan lain-lain yang akan mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.

Pengkajian Diagnostik Sistem Endokrin
A. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise
Foto Tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.


Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.

CT scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atu hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam bergerak selama prosedur.

Pemeriksaan darah dan urin
KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10µg/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah venalebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
KADAR ADENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
1. Tidak ada pembatasan makan dan minum
2. Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol dan antagonisnya, dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya.
3. Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar pengiriman spesimen
4. Cegah stress fisik dan psikologis
Pelaksanaan
1. Klien diberi deksametason 4 × 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3. Urine ditampung selama 24 jam
4. Kirim spesimen ( darah dan urin ) ke laborator
Hasil
Normal bila ;
 ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
 17-Hydroxi-Cortico-Steroid (17-OHCS ) dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametason 1 mg per oral tengah malam , baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urin ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi OHCS dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.

B. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid
 Up take Radioaktif ( RAI )
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
Persiapan
1. Klien puasa 6-8 jam
2. Jelaskan tujuan dan prosedur
Pelaksanaan
1. Klien diberi Radioaktif Jodium (I131) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh di atas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan.
2. Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan mengumpulkan urin selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif jodiumnya.
Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut:
1. Normal : 10-35%
2. Kurang dari : 10% disebut menurun , dapat terjadi pada hipotiroidisme.
3. Lebih dari : 35 % disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme.


 T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusu tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
1. Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas : 0.1-0.6 mg/dl
T3 : 0.2-0.3 mg/dl
T4 : 6-12 mg/dl
2. Nilai normal pada bayi/anak:
T3 : 180-240 mg/dl

 Up take T3 Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid ( T3 ) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
Nilai normal pada :
- Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin
- Anak : pada umumya tidak ada

 Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuaskan sebelum pemeriksaan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.

 Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.
Persiapan:
-klien puasa sekitar 12 jam
-hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress
-klien harus tidur paling tidak 8 jam
-tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedatif
-jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya
-tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan
Pelaksanaan :
-segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi
-dihitung dengan rumus BMR (0.75 × pulse ) + ( 0.74 × Tek Nadi ) -72
-nilai normal BMR : -10 s/d 15 %

 Scanning Tyroid
Dapat digunakan dengan beberapa tehnik antara lain :
- Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin ( berfungsi atau tidak berfungsi ). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
- Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30 % dalam 24 jam.

C. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid
 Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) Menunjukkan kadar kalsiun darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.

Persiapan :
-urine 24 jam ditampung ditampung.
-makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut.

Pelaksanaan :
-masukkan urin 3 ml ke dalam 2 tabung.
-ke dalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol.

Pembacaan hasil secara kuantitatif :
Negatif (-) : tidak terjadi kekeruhan
Positif (+) : terjadi kekeruhan yang halus
Positif (++) : kekeruhan sedang
Positif (+++) : kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik
Positif (++++) : kekeruhan hebat, terjadi seketika

 Percobaan Ellwort – Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon.
Cara pemeriksaan: klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya.pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 kali nilai normal. Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.
 Percobaan Kalsium Intravena
Percobaan ini berdasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukkan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiper paratiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
 Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
 Pemeriksaan Elektrokardiogran ( EKG )
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran ekg akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q – T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q – T mungkin normal
.
 Pemeriksaan Elektromiogram ( EMG )
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.

D. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal :
 Dewasa : 70-110 md/dl
 Bayi : 50-80 mg/d
 Anak-anak :60-100 mg/dl
Persiapan
 Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan
 Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan
Pelaksanaan
 Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10cc.
 Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera.
 Bila klien mendapatkan pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.
 Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program.
Gula darah 2 jam setelah makan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP (post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah dua jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan darah puasa,kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah dua jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung paad kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu di ingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bagi klien yang mendapat obat-obatan senentara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan.

E. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal
Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal pada :
 Dewasa wanita :37-47 %
 Pria : 45-54%
 Anak-anak :30-40%
 Neonatal :44-62%
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan.
Pemeriksaan Elektrolit Serum ( Na, K, Cl ), dengan nilai normal :
 Natrium : 310 – 335 mg ( 13.6 – 14 meq / liter )
 Kalium : 14 -20 mg% ( 3.5 – 5.0 meq/liter )
 Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq /liter)
Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.

Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.

Stimulasi test
Daimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.


Monday, May 23, 2011

Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama yaitu, sistem syaraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karekteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari syaraf (neural). Jika kedusnya dihancurkan atau diangkat maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil oleh sistem syaraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem syaraf bekerja melalui neotransmitter yang dihasilkan oleh ujung-ujung syaraf. Sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan sebagai fungsi metabolisme tubuh, mengatur kecepatan reaksi kimia didalam sel, transport zat-zat melalui membrane sel, aspek pertumbuhan dan sekresi.
A. Struktur
Terdapat 2 type kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh. Seperti kulit / organ internal seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana, kelenjar ini tidak mempunyai saluran keluar dan mencurahkan sekresinya langsung ke sirkulasi darah. Kelenjar ini terdiri dari deretan sel-sel lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat yang halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Kelenjar endokrin termasuk : hepar, Pankreas, (kelenjar eksorin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata.
Kelenjar endokrin termasuk:
1. Pulau Lagerhans pada pancreas
2. Gouad (ovarium & testis)
Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid, paratiroid, serta timus

B. Hormon dan Fungsinya
Hormon yaitu penghantar (transmitter) kimiawi yang dilepas dari sel-sel khusus kedalam aliran darah. Selanjutnya hormone tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya efek dari hormone (menurut starling). Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
Sistem endokrin mempunyai 5 fungsi umum :
1. Membedakan sistem syaraf pusat dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang.
2. Menstimulasi urutan perkembangan.
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif.
4. Memelihara lingkungan internal optimal.
5. Melakukan respons korektif dan adatif ketika terjadi situasi darurat

Secara kimiawi, hormon dibentuk oleh bahan- bahan sebagai berikut :
1. Derifrat asam amino
Dikeluarkan oleh sel kelenjar buntu yang berasal dari jaringan nervus medulla suprarenal dan neurohipofise. Contoh : efineprin, norefineprin.
2. Peptide / derifat peptide
Dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari jaringan alat pencernaan.
3. Steroid
Hormon steroid mempunyai inti cyclo pentane pehidraphenatren dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari mesotelium. Contoh : hormone testis, ovarium, dan korteks supraren.
4. Asam Lemak
Merupakan biosintesis dari 2 asam lemak. Contoh : hormone prostaglandin.
5. Hormon perkembangan (depelopment hormone)
Memegang peranan didalam perkembangan dan pertumbuhan hormone ini dihasilkan oleh kelenjar gonad.
6. Hormon metabolisme (metabolic hormone)
Proses homeostasis gula glukosa dalam tubuh diatur oleh bermacam-macam hormon diantaranya glucokorticoid, glukagon, dan katecho lamin.
7. Hormon trofik (trophik hormone)
Dihasilkan oleh stuktur khusus dalam pengaturan fungsi endokrin yauti kelenjar fipofise yang dikategorikan sebagai hormone perangsang pertumbuhan folikel (FSH) pada ovarium dan proses spermatogenesis hormone penguning (lutein hormon).
8. Hormon pengatur metaboliame air dan mineral
Kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tiroid, untuk mengatur metabolisme kalsium dan fosfor. Meningkatkan produksi kalsitonin menyebabkan menurunnya kalsium dan fosfor dalam darah dan meningkatnya seksresi kalsium fosfat, natrium, kalium, dan magnesium melalui ginjal.
9. Hormon pengatur sistem kardiovaskuler
Epinefrin dihasilkan oleh kelenjar adrenal bagian medulla. Efek dari hormone ini tergantung dari reseptor setiap tujuan. Efek pada jantung meningkatkan konduksi dan kontraksi dari jantung.

C. Karakteristik
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur tersendiri, namun semua hormone mempunyai karekteristik tersebut. Hormon disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut :
1. Sekresi diurnal adalah pola dan turun dalam periode 24 jam. Contoh : kortisol.
2. Pola sekresi hormonal pulsatif dan siklik naik dan turun sepanjang waktu tertentu, setiap bulanan. Contoh : Estrogen adalah hormone siklik dengan puncak dan lembahnya menyebabkan siklus mentruasi.
3. Type sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan tergantung pada kadar substrat lainnya. Hormon paratiroid disekresi dalam berespons terhadap kadar kalsium serum. Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik dapat positif / negative dan memungkinkan tubuh untuk dipertahankan dalam suatu lingkungan optimal. Hormon mengatur laju aktifitas selular. Hormon tidak mengalami perubahan biokimia. Hormon hanya mempengaruhi sel-sel yang mengandumg reseptor yang sesuai, yang melakukan fungsi spesifik. Hormon mempunyai fungsi dependent dan interpenden. Pelepasan hormone ini dari satu kelenjar sering merangsang pelepasan hormone dari kelenjar lainnya.
D. Peran Hipotalamus dan Kelenjar Hipotise

Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipotise Aktifitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persyarafan dengan sistem endokrin dalam berespon terhadap input dari area lain dalam otak dan dari hormone dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa hormone releasing dan inhibiting. Hormone ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam kelenjar pitvitari yang mengatur pembentukan dan sekresi hormone hifofise.,
1. Kelenjar Hipofise
Kelenjar ini disebut juga kelenjar pitvitari. Karena menghasilkan dan mengatur hormone-hormon pada bagian tubuh lainnya, sehingga disebut “ Master of bland “ kelenjar hipotise terletak di dasar tengkorak (pada bagian Sela Tursika) Fossa pitvitary os spenoidal. Berat kelaenjar kurang lebih 0,5 gram dan bentuknya seperti kacang segi lima .

Kelenjar hipofise mempunyai 3 lobus, yaitu :
a. Lobus posterior hipofisis terutama dibentuk oleh ujung axon dari nuclei supraotikum dan para ventrikulasi hypothalamus.
b. Lobus anterior dibentuk oleh pita sel menjalin dan jaringan luas kapiler sinusoid.
c. Lobus intermedia dibentuk didalam sel embrio dari tengah dorsal kantong ratke (suatu evaginasi atau jantung).

Hipofise menghasilkan hormon tropik dan hormon nontropik. Hormon tropik akan mengontrol sintesa dan sekresi hormon kelenjar sasaran sedangkan hormon nontropik akan bekerja langsung pada organ sasaran.
Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki “master of glands”.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah :
a. Grwoth Hormon (GH)
1) Merangsang pertumbuhan tulang → bertambah panja
2) Pertumbuhan dari masa kanak-kanak sampai pubertas.
3) Pada saat pubertas GH tidak mempunyai efek pada tulang karena tulang tidak dapat bertambah panjang lagi.
4) Pertumbuhan dipengaruhi oleh factor interna (genetic, hormone) dan eksterna (makanan, keadaan sakit / sehat).
5) Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan sejak janin sampai anak-anak.
6) Defisiensi GH sebelum pubertas akan menyebabkan Doorfism (Dewasa terlambat).
7) Hipersekresi GH pada saat sebelum pubertas (Gigantism) dean sesudah pubertas (Akromegali).
8) Sekresi GH meningkat pada saat : stress, hipoglikemia, peningkatan asam amino, tidur.
b. Tirosomatotrofic hormone (TSH) / Tnyroid stimulating Hormone
1) Merangsang pertumbuhan kelenjar gondok.
2) Berperan penting dalam pembentukan sintesis protein.
3) Dalam darah berikatan dengan gama globulin.
c. Adrenatorticotropi homon (ACTH)
1) Mempengaruhi pertumbuhan maturitas dan fungsi organ seks primer dan sekunder.
2) Mempengaruhi / merangsang korteks adrenal.
3) Mengontrol produksi kortisol.
d. Prolactin / Luteotrofic hormone (LTH)
1) Merangsang pertumbuhan kelenjar mamae (payudara).
2) Sekresi air susu (laktasi).
3) Pada wanita hamil meningkat.
e. Melanocyte-stimulating Hormone (MSH)
1) Merangsang pertumbuhan steroid atau korteks adrenal.
2) Dapat merangsang korteks adrenal & dapat mempengaruhi prigmentasi.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus posterior adalah :
a. Antideuretik hormone (ADH)
1) Meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus distal dan tubulus kedodokus ginjal, sehingga menurunkan haluaran output urine.
2) merangsang vasokontriksi arteriol → TD meningkat.
b. Oksitosin
1) Merangsang pengeluaran ASI dari alveoli payudara kedalam duktus.
2) Merangsang kontraksi uterus pada saat persalinan.
3) Terlibat dalam transport sperma dalam traktus reproduktif wanita
.
2. Kelenjar Tiroid
Terdiri atas 2 buah lobus yang terletak disebelah kanan dari trakea diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea disebelah depan. Merupakan kelenjar yang terdapat didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Kelenjar ini mempunyai dua lobus yaitu lobus kanan dan kiri. Antara kedua lobus dihubungkan dengan isthmus. Isthmus merupakan lapisan tipis dari tyroid. Pada kelenjar tyroid terdapat 2 sel yaitu sel follicular dan sel para follicular. Sel-sel ini menghasilkan hormone tiroksin (T4) & triodotironin (T3) sedangkan sel parafollicular menghasilkan kalsitonin.
Fungsi dari kelenjar tyroid, terdiri dari :
a. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi.
b. Mengatur penggunaan oksidasi.
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Metabolic dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
e. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.
Bahan dasar pembentukan hormone-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang bdikonsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yidida) yang masuk secara aktif kedalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodia, yang dapat dihambat oleh ATP – ase, ionkiorat, dan ionsianat. Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi penggabungan antara MIT dan DIT akan membentuk tri iodotironin (T3) dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin / tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamide, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan plasma dalam bentuk PBI (Protein birding Iodine).
Fungsi hormone-hormon tiroid antara lainj adalah :
a. Mengatur laju metabolisme tubuh (meningkatkan konsumsi oksigen).
b. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan syaraf.
c. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
d. Merangsang pembentukan sel darah merah.
e. Efek kronotrofik terhadap jantung yaitu menembah kekuatan kontraksi otot dan menembah frekuensi irama jantung.
f. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai konpensasi irama jantung tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
g. Bereaksi sebagai antagonis insulin.

3. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar ini menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid oleh karena itu kelenjar paratiroid berjumlah 4 buah (terletak dipermukaan belakang kelenjar tiroid). Ukuran masing-masing kira-kira 5 X 52 mm. Memiliki berat masing-masing 25 – 30 mg sehingga berat keseluruhan kira-kira 120 mg. Kelenjar ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu chief cells dan oxyphill cells.Chief cells merupakan bagian terbesar dari kelenjar paratiroid, mensintesa dan mensekresi hormone paratiroid / parathormon (PTH).
Pharathormon mengatur metabolisme kalsium dan posfat tubuh organ targetnya adalah tulang, PTH mempertahankan reabsorpsi tulang sehingga kalsium serum meningkat. Di tubulus ginjal, PTH mengaktifkan vitamin D. Dengan vitamin D yang aktif akan terjadi peningkatan absorpsi kalsium dan posfat. Selain itu hormone ini pun akan meningkatkan reabsorpsi Ca dan Mg tubulus ginjal, meningkatkan P, Hco3 dan Na karena sebagian besar kalsium disimpan ditulang maka efek PTH lebih besar terhadap tulang.
Efek parathormon terhadap jaringan target : Parathormon
a. Merangsang pembentukan vitamin D
b. Meningkatkan reabsorpsi tubulus ginjal terhadap Ca dan Mg
c. Meningkatkan pengeluaran P, Hco3 dan Na
d. Meningkatkan mobilisasi Ca dan P dari tulang kedalam cairan ekstra sel
e. Mengurangi pembentukan tulang
f. Meningkatkan penghancuran tulang - Meningkatkan absorpsi Ca dan P dengan bantuan vitamin D

4. Kelenjar Adrenal/Suprarenal
Kelenjar ini terletak diatas ginjal dean berada dibelakang abdomen. Jumlahnya ada 2 bentuknya ceper dan lebih menonjol kebagian kutubnya. Berat masing-masing kelenjar ini kira-kira 5 - 9 gram. Dan kadang juga di sebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 lapis yaitu bagian luar disebut korteks adrenal dan bagian dalam disebut medulla adrenal.
a. Korteks adrenal
Merupakan bagian terbesar dari berat keseluruhan kelenjar Adrenal + 90 % dari berat keseluruhan kelenjar adrenal. Berat bagian ini kira-kira 5 – 7 gam. Korteks adrenal merupakan bagian keluar dari kelenjar adrenal. Bagian ini terdiri dari sel-sel epitel yang besar dan berisi Lipoid. Sel-sel itu Foam Cell. Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup kehilangan hormone adrenokortikal dapat menyebabkan kematian.
Lapisan dari korteks Adrenal terbagi menjadi 3 bagian yang disebut dengan zona. Zona tersebut adalah :
1) Zona glomerul, yaitu lapisan yang paling luar.
2) Zona fasiculata, yaitu lapisan bagian tengah
3) Zona retikularis, yaitu lapisan paling dalam dekat dengan medulla.
Korteks adrenal mensintesa tiga kelas hormone steroid yaitu :
1) Mineralokortikoid
Pada manusia adalah aldosteran dibentuk pada zona glome rulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium. Aktifitas fisiologik ini selanjutnya membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
2) Glukokortikoid
Dibentuk dalam zona fasikulata kortisol merupakan glukokortikoid uatama pada manusia. Kortisal mempunyai efek pada tubuh antara lain dalam : metabolisme glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar gula darah, metabolisme protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflomasi dan imunitas dan terhadap stessor.
3) Gonadokortikoid (Hormon seks)
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Umumnya adrenal mensekresi sedikit androgen dan estrogen dibandingkan dengan sejumlah besar hormone seks yang disekresi oleh gonad. Namun kelebihan produksi hormone seks oleh kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala klinis. Misalnya, kelebihan pelepasan androgen menyebabkan virilisme, sementara kelebihan estrogen (missal : akibat karsinoma adrenal) menyebabkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.
b. Korteks medulla (Medulla Adrenal)
Terletak pada bagian dalam dari kelenjar adrenal sel-sel medulla Adrenal berbentuk lomjong serta tersusun dalam kelompok-kelompok dan sekitarnya terdapat pembuluh darah kapiler. Sel-sel medulla adrenal yang mengeluarkan hormone disebut “ Sel chromaffin”.
Medulla adrenal menghasilkan hormone :
1) Adrenal : meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, denyut jantung dan lain-lain.
2) Non Adrenalin : vasokontriksi arteri nadi dan meningkatkan kecepatan metabolisme.

5. Kelenjar Pankreas
Pankreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenial ke lien. Panjang sekitar 10 – 20 cm dan lebar 2,5 – 5 cm. Mandapat pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
Kelenjar pancreas berfungsi sebagai kelenjar eksorin dan kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar eksorin, pancreas menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pencernaan makanan. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pancreas menghasilkan hormone yang disekresikan kedalam pembuluh darah.
Pulau-pulau langerhans pada pancreas menghasilkan 3 hormon yaitu :
a. Insulin (dihasilkan oleh sel betha)
Fungsi : Meningkatkan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak sehingga menurunkan kadar glukosa darah.
b. Glukagon (dihasilkan oleh sel alpha)
Fungsi : Memobilisasi simpanan glikogen dengan demikian meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Somastotatin (dihasilkan oleh sel darah)
Fungsi : menurunkan sekresi insulin, glukogan, pertumbuhan hormone, dan beberapa hormone gastrointesrinal. Organ dan sasaran hormon-hormon tersebut adalah hepar, otot, dan jaringan lemak. Glukagon dan insulin memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh hormone-hormon tersebut.
Efek pada hepar :
1) Meningkatkan sintesa dan penyimpangan glukosa.
2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis.
3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas di hepar.
Efek pada otot :
1) Meningkatkan sintesis protein.
2) Meningkatkan transportasi asam amino.
3) Meningkatkan glikogenesis.
Efek pada jaringan lemak :
1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas.
2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida.
3) Menurunkan lipolisis.

6. Kelenjar kelamin (kelenjar gonad)
Kelenjar ini berbentuk pada minggu-minggu gestasi dan tampak jelas pada minggu kelima. Difrensiasi jelas dengan mengukur kadar testosterone retal yang terlihat jelas pada minggu ketujuh da kedelapan gestasi. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa pre pubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi steroid.
a. Testis
Merupakan kelenjar endokrin yang terdapat pada laki-laki. Dua buah testis ada dalam skrotum. Testis mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Testis menghasilkan hormone : testosterone dan estradiol dibawah pengaruh LH. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis, sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankanspermatogenesis. Struktur dari testis itu sendiri yaitu terbentuk oval (lomjong) dengan berat kira-kira 10 – 14 gram. Panjangnya 4 – 5 cm dan lebar 2,5 cm. Masing-masing testis terdiri dari lilitan tubulus seminiferus yang menghasilkan sperma. Diantara tubulus seminiferus terdapat sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin. Sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin tersebut adalah Interstitial Cells atau sel leyding. Sel-sel tersebut mengeluarkan hormone kelamin laki-laki (androgen) yaitu hormon testosterone.
Efek testoeteron pada fetus merangsang diferensiasi & perkembangan genital kearah pria. Pda masa pubertas hormone ini akan merangsang perkambangan tanda-tanda seks sekunder. Seperti bentuk tubuh, perkembangan dan pertumbuhan alat gerital, distribusi rambut tubuh, pembesaran laring, penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon arabolik, akan merangsang pertumbuhan dan penutupan epifise tulang.
b. Ovarium
Merupakan kelenjar endokrin pada wanita, berfungsi sebagai organ endokrin juga sebagai organ reproduksi. Struktur dari ovarium yaitu terdiri dari 2 buah, berbentuk memanjang dengan panjang kira-kira 2,5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebalnya 0,6 – 1,5 cm serta letaknya pada bagian pelvic abdomen pada sisi uterus.
Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormone estrogen dan progesterone sebagai organ reproduksi, ovarium menghasilkan ovum (sel telur) setiap bulannya pada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk di buahi sperma.
Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder, menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan proses laktasi.
Estrogen dibentuk oleh sel-sel granulose folikel dan sel lutein korpus luteum. Progesterone dibentuk oleh sel lutein korpus luteum sebagai respon terhadap sekresi luteinizing hormone.

7. Kelenjar timus
Merupakan organ Lymphoid yang terdiri dari 2 bagian / lobus. Kelenjar ini terletak dibelakang sternum pada bagian depan rongga mediastinum (ruangan pada bagian tengah rongga dada), bifurcation (percabangan) trochea.
Berat kelenjar ini pada bayi kira-kira 10 gram. Ukuran tersebut akan bertambah setelah masa remaja sampai mencapai 30 – 40 gram. Tetapi setelah dewasa ukurannya akan mengecil. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas hormone steroid adrenal. Kelenjar timus menghasilkan satu bahan yang berperan dalam perkembangan sel induk limfosituntuk mempertahankan kekebalan tubuh.

8. Kelenjar Pineal
Terletak pada otak tengah (midbrain), berada diantara hemisphere cerebral otak pada bagian posterior ventikel III. Kelenjar pineal menghasilkan suatu substansi sekresi yang disebut melatonin. Hormon ini belum banyak diketahui kemungkinan berperan dalam pengaturan waktu haid dan berperan dalam pemartagan kelenjar kelamin.